OPINI: Bagaimana KLM Dorong Pertumbuhan Berkualitas di Indonesia

Nyaritakeun, JAKARTA - Sistem finansial memainkan peranan penting dalam kemajuan serta pengembangan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, sistem tersebut memiliki tantangannya sendiri. keuangan merupakan lembaga yang labil dan selama beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis yang tampaknya tak berkesudahan.
Keadaan tersebut mengharuskan otoritas terkait menciptakan beragam inovasi serta ikut campur dalam urusan kebijakan guna memastikan bahwa sistem finansial masih bisa melaksanakan fungsinya dengan baik dalam mendukung putaran perekonomian yang lestari.
Salah satu aspek yang masih kurang dimengerti oleh publik adalah fungsi dari sistem keuangan dalam mendorong kesetaraan serta perkembangan ekonomi berkelanjutan.
Pada situasi ini, Bank Indonesia (BI) menyediakan alat kebijakan baru bernama Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Tujuan dari KLM ini adalah memperkuat likuiditas di industri perbankan serta mendukung percepatan pendanaan dalam proyek-proyek pembangunan. Melalui program tersebut, BI memberikan insentif berupa pengurangan persyaratan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank-bank agar dapat lebih mendorong pemberian pinjaman atau dukungan finansial pada bidang-bidang strategis dalam proses pembangunan.
Oleh karena itu, KLM bertindak sebagai penggerak yang memacu sektor perbankan agar menjadi lebih aktif dalam penyaluran pembiayaan secara luas. "Efek distribusi" dari KLM ini terwujud berkat sifat KLM yang tertarget dan fleksibel, sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat itu. Ciri khas ini membuat KLM berbeda dari alat kebijakan moneter konvensional seperti perubahan BI Rate yang memiliki dampak merata pada seluruh entitas ekonomi dan finansial.
Kehadiran KLM sungguh istimewa, karena tidak ada bank sentral lain di planet ini yang telah meneraplikannya. Sebagian besar bank sentral global biasanya merujuk pada alat tradisional berupa GWM dalam upaya mereka mengekang atau meningkatkan cairan keuangan pasar. Melalui mekanisme KLM, kontrol atas likuiditas bisa ditargetkan pada bidang-bidang spesifik (yang menjadi prioritas), dimana performanya benar-benar membutuhkan dorongan, sehingga membantu mendukung distribusi serta perkembangan ekonomi domestik secara lebih efisien dan bermutu.
Saat diluncurkan pada tahun 2022, KLM berhasil memacu pemulihan ekonomi pasca Pandemi Covid-19. Ketika lembaga perbankan umumnya enggan dalam memberikan pinjaman, KLM bertindak sebagai pemicu serta pedoman bagi bank-bank tersebut untuk fokus pada industri-industri yang masih kuat meski selama pandemic. Selain itu, KLM juga membantu mencegah dampak negatif jangka panjang (scarring) pada sektor-sektor sensitif seperti pariwisata, dengan mendorong bank agar tetap melanjutkan penyediaan kredit kepada pelaku bisnis. Tanpa kelancaran akses kredit selama masa krisis, proses pulih dari kerusakan struktural dapat terhambat karena beban pengembalian modal yang signifikan dan kondisi aset fisik yang semakin buruk.
Dengan menghadapi berbagai kesulitan dalam bidang ekonomi, KLM juga melakukan peningkatan dan pengaturan ulang strategi. Hingga kini, dukungan yang diberikan oleh KLM sudah semakin luas guna mendukung pendanaan di sektor pasca produksi, pertanian, usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), serta sector properti, sambil meningkatkan koordinasi antara kebijakan-kebijakan ekonomi nasional. Akibatnya, langkah-langkah dari kebijakan nasional terintegrasi secara lebih serasi dan sinkron.
Saat kebijakan ekonomi difokuskan pada perkembangan sektor spesifik mana pun, bantuan dalam hal pendanaan juga diteruskan kepada sektor tersebut. Ini berarti bahwa kebijakan nasional bisa dieksekusi dengan lebih efisien dan sedikit konflik; pemerintah bisa berkonsentrasi pada peningkatan aspek permintaan dari sektor nyata, sementara Bank Indonesia – sesuai tugasnya – memacu segi pasokan pembiayaan dari jaringan perbankan.
KLM juga memperkuat posisinya guna membantu proses penurunan karbon sambil menghadapi ancaman pemanasan global serta mewujudkan janji Indonesia pada panggung dunia untuk melindungi dan merawat planet ini. Di luar kewajiban etika terhadap alam dan generasi akan datang, ekspansi KLM ke bidang ramah lingkungan juga menjadi langkah nyata Bank Indonesia (BI) agar bisa memastikan bahwa transisi ekonomi Indonesia menuju praktik-praktik yang lebih peduli lingkungan sudah dimulai. Dengan demikian, KLM menjamin adanya insentif bagi perbankan untuk menyediakan pendanaan kepada sektor-sektor hijau dan secara bersama-sama meningkatkan jumlah portofolio "finansial hijau".
BI baru-baru ini mengeluarkan tambahan insentif untuk KLM senilai kurang lebih Rp80 triliun di awal bulan April 2025. Sehingga, sampai minggu tengah bulan April tahun tersebut, jumlah keseluruhan dari insentif yang diberikan BI kepada KLM mencapaiRp370 triliun. Tentu saja angka itu sangat signifikan.
Lebih lanjut, dari sudut pandang efek ganda pada jumlah uang beredar, memberikan insentif ekstra kepada KLM—which means penurunan dalam cadangan wajib minimum (GWM)—dapat meningkatkan pasokan uang di masyarakat. Dengan demikian, "sumber uang" senilai Rp80 triliun itu bisa berkembang hingga mencapai transaksi dengan nilai ratusan triliun rupiah ketika didistribusikan oleh bank ke sektor nyata, terutama sektor yang menjadi fokus program KLM ini.
Diharapkan KLM dapat mendukung kelangsungan proses pemulihan ekonomi pasca pandemik. Selain itu, harus mendorong pengembangan lapangan pekerjaan serta memastikan ketersediaan pendanaan untuk berbagai industri dan lapisan masyarakat. Optimalisasi dari KLM ini secara tidak langsung akan merangsang distribusi pembangunan dengan cara mengidentifikasi sektor-sektor bisnis yang layak mendapatkan insentif (sebagai prioritas). Hal tersebut juga bertujuan mencapai pertumbuhan ekonomi yang bermutu.
Oleh karena itu, KLM turut serta dalam mendukung ketahanan dan daya saing ekonomi Indonesia di masa depan yang penuh tantangan, seperti dampak dari perang tariff global dan beragam kemungkinan gangguan lainnya.
Posting Komentar untuk "OPINI: Bagaimana KLM Dorong Pertumbuhan Berkualitas di Indonesia"